Masihkah Emak yang Menyambutku di Pintu Rumah?

Entahlah…

Ini telah kali keberapa aku tak berada kembali di
sampingnya. Tak ada balasan pelukan yang hangat dan
nyaman setelah punggung tangannya yang keriput kucium
di hari ulang tahunnya. Tak ada pula sentuhan kasih
dari pipi yang banyak digurat garis ketuaan.

Saat ini, juga tak terdengar canda dan gelak tawa
seperti dulu kami sekeluarga berkumpul bersama. Duduk
mengelilingi sebuah meja yang di atasnya tersaji
hidangan ala kadarnya. Tumpeng nasi kuning yang
dihiasi telur dadar, tempe dan kacang goreng, irisan
mentimun serta beberapa potong ayam bakar. Setelah
usai berdo’a lalu bersama menikmatinya. Namun, itu
semua terjadi ketika aku masih berada di tengah
keluarga. Kini aku dan Emak telah jauh terpisah oleh
bentangan jarak yang ada.

Alhamdulillah…
Allah Ta’ala masih memberikan amanah berupa usia
kepada Emak. Diberikannya kesempatan untuk menghimpun
pahala serta menjalankan fitrah yang ada pada dirinya.
Niscaya, begitu pula yang dimiliki seluruh ibunda di
seluruh dunia. Bahkan ringkih dan renta tak akan mampu
menghalangi cinta mereka kepada anak-anaknya.

Memang, keikhlasan ibunda bagaikan luasnya samudera.
Mereka rela melepas setiap anak kandungnya walau harus
jauh terpisah. Pun, begitu juga Emak. Tak masalah
baginya, ketika di hari ulang tahun aku kembali tak
berada di tengah keluarga. Apalagi ia tahu bahwa aku
sedang menuntut ilmu di Negeri Sakura, yang membuatnya
senantiasa bangga. Tercapai sudah harapan agar setiap
anak haruslah lebih pintar dari orang tua.

Namun…
Adakah pula seorang ibunda yang tak bahagia jika anak
yang dicintai selalu berada di dekatnya? Aku yakin,
begitu pula dengan Emak. Jauh di lubuk hati Emak dan
para ibunda, pasti lebih mengharapkan kehadiran
anaknya di tengah keluarga. Tak hanya hadir ketika di
hari ulang tahun saja, tetapi di setiap saat.
Terlebih, ketika penyakit uzur dan tua yang memang tak
ada obatnya telah menghampiri mereka. Di tengah
semakin ketidakberdayaan, hanya anaklah harapan
satu-satunya.

Rasanya perasaan itu sama seperti saat kita kecil dan
juga tak berdaya. Dengan selimut kasih sayang,
didekapnya dengan cinta sang buah hati yang baru saja
menyapa dunia dengan lengking tangisannya. Ikhlas
diberikannya air susu beraroma surga, tangan yang
selalu sigap menyuapkan makanan, bahkan mata enggan
terpejam ketika yang dibelai justru telah terlelap
dalam buaian. Merekalah yang tak kenal lelah menjaga
dan membesarkan darah dagingnya. Pantaslah karenanya
cinta yang deras mengalir diganjar dengan surga.

Aaah…
Entah mengapa, semakin lama aku meninggalkan Emak
bagaikan menumpuk rasa bersalah. Emak-lah yang dulu
pernah beruah air mata ketika mengantar aku di Bandara
Sukarno-Hatta. Emak juga yang bersuka cita ketika aku
dan keluarga bisa pulang kampung dalam beberapa
kesempatan yang ada. Emak pula yang selalu kuharapkan
dari bola matanya jelas terpancar pendar cinta.

Ketika semakin berbilang usia Emak, seketika itu pula
pertanyaan yang sama selalu menyeruak,

“Ketika aku pulang nanti, masihkah Emak yang
menyambutku di pintu rumah?”

Mak…
Ketika tangan ini menulis, sesungguhnya jiwa dan raga
bagaikan ingin terbang mengangkasa. Lalu tersungkur,
luruhkan rindu dalam pelukan kasih dan cinta.
Hapuskanlah rindu anakmu ini, Mak. Rindu yang telah
terkuras dalam jutaan butir air mata.

Mak…
Saat aku pulang, kuingin pula engkau yang pertama kali
merengkuh tubuh anakmu. Anak yang sering sibuk hingga
melalaikan do’a terhatur untukmu. Anak yang tak pernah
membahagiakanmu, Mak. Bahkan anakmu ini tak pernah
bisa lagi menghadiri hari ulang tahunmu.

Mak…
Benarkah, ketika seorang anak rindu kepada orang
tuanya, sesungguhnya orang tuanya lah yang lebih
merindukan kehadiran anak itu di sisinya?

Percayalah, aku nanti pulang, Mak. Pasti aku akan
pulang. Walau gelar, uang atau kemewahan tak mampu
kupersembahkan, biarkanlah di sisa usiamu dapat
kucurahkan kasih sayang.

Mak…
Saat aku pulang nanti, sambutlah aku di pintu rumah.
Lalu baluri dengan do’a dan senandung pengantar tidur.
Atau, maukah engkau yang mendengar kisah pengalamanku?
Dan kemudian tidurlah di pangkuan anakmu, seperti yang
sering engkau lakukan padaku ketika masa kecilku dulu.

Selamat ulang tahun, Mak. Semoga Allah selalu
menyayangimu.

ALlahu a’lamu bish-shawaab.

*MERENGKUH CINTA DALAM BUAIAN PENA*
Al-Hubb FiLlah wa LiLlah,

-Abu Aufa-
http://www.abuaufa.net/
http://abuaufa.multiply.com/

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *