Menyerap Energi Positif, Menepis Energi Negatif

Penulis: Syahid Abdul Qodir Thohir

Ahmar, salah seorang siswa kelas satu SMP di Bogor bertanya kepadaku tentang bagaimana menyikapi teman yang suka menggoda atau menggangu. Misalnya ia bercerita bahwa dirinya diledek dengan seekor cicak oleh teman-temannya. Sebab ia paling geli sama makhluk yang satu ini. Ia merasa dipermainkan dan marah. Apakah sikap tersebut sudah benar?

Saya katakan, sesungguhnya maksud teman-temanmu bercanda tapi membawa energi negatif. Maksudku, mereka senang jika melihatmu kegelian atau takut. Ketika kamu semakin jengkel, maka semakin bersoraklah teman-temanmu. Secara tidak disadari kamu pun ikut terbawa dalam arus negatif. Tahukah kamu bahwa sebenarnya kamu bisa menepis energi negatif itu dengan energi positif. Saya ambil contoh sikap positif yang bisa kamu lakukan; Pada saat teman-temanmu datang membawa cicak, kamu berlari menghindar. Dan jika teman-temanmu mengejar, teruslah berlari. Biarlah lapangan bola atau basket menjadi tempat yang paling indah pada saat itu. Mereka pun secara tidak sadar telah kamu ajak berlari. Bukankah ini menguntungkan, Sehat. Bahkan bisa jadi kamu menjadi pelari tercepat. Ingatlah cerita kakak-beradik dalam film Children of Heaven. Bagaimana mereka berdua bisa menyerap energi positif dalam kesusahan. Mereka berdua harus berlarian setiap hari untuk bertemu di sebuah gang dan saling bertukar sepasang sepatu milik mereka berdua. Si adik yang perempuan harus berlari sekuat tenaga agar kakanya tidak terlambat masuk sekolah di siang hari. Dan si kakak pun harus berlari bak kuda lepas kendali menuju sekolah. Peristiwa ini terus berlangsung setiap hari. Hingga menghantarkan ia (si kakak) menjadi pemenang lomba lari tingkat propinsi.

Tahukah kita bahwa setiap permasalahan yang kita hadapi akan dibenturkan pada dua kekuatan? Yaitu energi positif dan energi negatif. Allah SWT berfirman; “Dan demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu fujur dan taqwa.” (QS. 91:7-8)

Fujur memiliki energi negatif dan taqwa memilik energi positif. Berarti pula orang yang selalu berbuat menyimpang dipenuhi oleh energi negatif sedangkan orang yang beriman, taat dan rajin beribadah penuh dengan aura energi positif.

Energi positif sumber kekayaan jiwa

Jiwa merupakan sisi bagian terdalam dan sangat sensitif dalam diri kita. Semakin besar muatan energi positif yang ada dalam diri kita, maka semakin kaya jiwa kita. Sebaliknya semakin meredup energi positif kita atau semakin dominan energi negatif kita maka semakin kerdil pula jiwa kita.

Banyak harta tapi miskin jiwa. Satu ungkapan yang pas bagi si materialis, yang semua lini kehidupannya diukur dengan barometer duit. Gersang. Harta berlimpah bisa sirna dalam sekejap mata. Sedikit pun tidak ada yang bisa dibawa mati. Sedangkan jiwa ia bersifat abadi. Sungguh beruntung orang yang telah mensucikan jiwanya dan amat merugilah orang yang mengotori jiwanya. (QS. 91 : 9-10). Dan jiwa pulalah yang akan kembali kepada Yang Maha Kuasa, “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. 89:27 – 30)

Mari kita lihat bagaimana kondisi orang-orang di sekitar kita yang di dalam diri mereka bersemayam energi-energi positif hingga dipantulkan dalam sinaran wajah yang bersih nan teduh. Atau mari kita lihat dalam diri kita, tayakan pada hati kita dan jawablah dengan jujur. Mintalah fatwa padanya, niscaya kita akan mendapatkan kebenaran. Ketahuilah sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging. Jika ia baik maka baik pulalah seluruh jasad itu dan jika buruk maka buruk pulalah seluruh jasad itu. Itulah Hati.(HR. Bukhary-Muslim. Hadits ke-6 dalam Arbain Nawawi).

Kita benar-benar merasakan saat jiwa kita sedang emosi atau marah. Betapa energi negatif kita mengalir dari dalam jiwa hingga ke tangan membentuk kepalan energi negatif atau merambah ke mata dengan tatapan kebencian, perut juga ikut mengejang, dan bergejolak energi negatif dalam dada. Semuanya serba melelahkan dan melemahkan saraf-saraf. Ini satu fenomena yang sering kita rasakan.

Sejak dini kita bisa mendeteksi antara energi positif atau negatif dalam diri kita. Bila kita sering gelisah atau tidak tenang dalam menyiakapi suatu hal, atau dalam mengambil keputusan, maka di situlah energi negatif kentara sekali daya tariknya. Pada saat seperti itulah kita harus segera merefleksi diri dan bertazkiyah agar energi positif segera bereaksi meng-counter energi negatif, agarmedan magnetnya tidak meluas keseluruh jiwa. Walau bagaimanapun tindakan preventive itu lebih mulia dari pada harus bersusah payah mengikis kerak-kerak jiwa yang terjebak raan ‘ala qulubihim.

Latihlah jiwa kita untuk terus menepis ego, lalu kita isi dengan tabungan hubungan dengan sesama umat beriman agar tumbuh mekar benih-benih ukhuwah islamiyyah. Sabab tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. (HR. Bukhari-Muslim. Hadits ke-13 dalam Arbain Nawawi).

Muatan energi positif dalam medan ukhuwah yang daya tarik-menariknya terendah adalah salamatush shudur (berlapang dada) dan ledakkan terdahsyatnya adalah al-itsar (lebih mengutamakan orang lain dari pada diri sendiri). Inilah puncak kekayaan jiwa antara Muhajirin dan Anshar. “Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS.59 : 9)

Energi positif dalam komunikasi

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam…” (HR.Bukhary-Muslim dari Abu Hurairah RA.Hadits ke-15 dalam Arbai’in Nawawi)

Bukankah energi positif yang keluar dari mulut itu adalah tutur kata yang baik. Sebaliknya perkataan yang buruk, hina dan nista akan menyemburkan energi negatif. Betapa banyak hanya karena statement seorang pejabat pemerintah atau tokoh masyarakat yang menyimpang menularkan energi negatif begitu luas dan sangat cepat direspon media. Seandainya kita bisa melihatnya, tentu begitu derasnya arus energi negatif yang bertebaran di antar kita saat itu. Memang energi itu tidak nampak, tapi dampak yang ditimbulkannya begitu dahsyat kita rasakan.

Bila demikian keadaannya, sepatutnya kita banyak belajar arti pentingnya sebuah komunikasi. Gagal berkomunikasi berarti gagal pula dalam menjalin kemitraan. Komunikasi yang efektif bisa meluluhkan kasatnya hati, meredakan gejolak amarah dan menjalin tali persaudaraan. Karena itu komunikasi yang baik itu sedekah. Itulah da’wah mengajak umat manusia untuk menjadi hamba-hamba Allah dengan mauizhah hasanah,qoulan salaman atau pun qoulan layyinan. Menyebarkan da’wah di tengah umat berarti pula menebar energi-energi positif dan membagi-bagikannya tanpa pandang bulu untuk makhluk seluruhnya.

Pernah suatu hari Mush’ab bin Umair menghadapi peristiwa yang mengancam keselamatan diri serta sahabatnya. Saat itu beliau sedang berbicara di tengah suku Abdul Asyhal mengajak mereka ke jalan yang benar. Tiba-tiba Usaid bin Hudlair, pemuka suku tersebut, datang dengan amarah dan murka yang membara bagai api yang berkobar dengan nada mengancam, “Apa maksud kalian datang ke kampung kami ini, apakah hendak membodohi rakyat kecil kami? Tinggalkan segera tempat ini, jika tak ingin nyawa kalian melayang!”

Dengan kebesaran jiwanya Mush’ab, seperti tenang dan mantapnya samudera dalam, laksana terang dan damainya cahaya fajar, terpancarlah ketulusan hati, dan bergeraklah lidahnya mengeluarkan ucapan halus, katanya: “Kenapa anda tidak duduk dan mendengarkan dulu? Seandainya anda menyukai nanti, anda dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak, kami akan menghentikan apa yang tidak anda sukai itu!” (Rijal Haula Ar Rasul, Khalid Muh. Khalid).

Begitu juga yang terjadi pada ‘Ibadur Rahman (hamba-hamba Yang Maha Pengasih) yang digambarkan Allah SWT dalam Al-Qur’an, “Dan ‘ibadurrahman itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan qoulan salaman (kata-kata yang baik)”. (QS.25 : 63)

Serap energi positif dan tepiskan energi negatif

Dari pemaparan di atas, kita sudah bisa menemukan jawaban bagaimana menyerap energi positif dan menepiskan energi negatif. Setidaknyan kita mendapatkan key word, “Semua bermula dari dalam jiwa.”

Semakin pandai dalam mengolah jiwa, semakin lihai pula dalam menyerap energi-energi positif. Dari sinilah muncul kepekaan jiwa yang luar biasa. Melahirkan keajaiban-keajaiban cara pandang yang menembus jauh ke depan, sikap optimis dan semangat juang yang membara. Fisik boleh kecil tapi jiwa raksasa. Kepala hanya satu tapi milyaran tangan mengulurkan dan menerima limpahan kemuliaan. Biarlah matahari itu satu dan semua bisa merasakan hangatnya siraman sinarnya. Itulah jiwa kita yang berenergi positif laksana matahari.

Pepatah Arab dikatakan, Man yazra’ yahshud (siapa yang menanam dialah yang berhak memanen). Jiwa kita laksana ladang bagi diri kita. Kita harus menanam ladang kita dengan bibit unggul tauhidullah agar tumbuh berkembang dan berbuah keimanan, akarnya kokoh menghunjam di dalam kalbu dan rantingnya tinggi menjulang ke angkasa. “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. 14 : 24 – 25)

Orang-orang yang berjiwa besar merekalah orang-orang yang memiliki energi positif luar biasa. Mereka mampu menterjemahkan nilai-nilai ilahiyyah dalam dirinya. Mereka adalah cermin bagi umat. Merekalah Para Sahabat radhiallahu ‘anhum yang telah banyak menyerap energi positif dari sosok manusia agung, Muhammad SAW. Mereka telah diberi lebel langsung oleh SWT sebagai the best generation. Firman-Nya;

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. 3:110)

Refleksi diri dalam mengolah energi positif

Sebelum mencoba latihan refleksi diri dalam mengolah energi positif disaranakan untuk banyak membaca terjemah Al-Qur’an, Sirah Nabawiyah dan sejarah kehidupan Para Sahabat Nabi SAW. Sehingga benar-benar terekam dalam benak kita.

Cobalah sesekali kita ber’uzlah (menyendiri di tempat sepi). Lepaskanlah semua kepenatan hidup. Ringankanlah jiwa dari gundah-gulana dunia. Lupakanlah semua kenangan pahit. Rendahkan diri di hadapan ilahi. Bayangkan seakan kita hidup di tengah kehidupan para Sahabat –radhiallahu ‘anhum- dalam situasi yang sedang mereka alami. Nikmatilah keindahan budi, kelembutan hati dan kasih insani. Berusahalah sekuat tenaga untuk bisa menyerap apa yang mereka miliki. Dengan kehadiran hati sembari bertilawah kalam ilahi. Insya Allah kita akan mendapatkan sosok manusia-manusia sejati yang kaya hati. Kerahkan seluruh panca indera kita agar tak terlewatkan satu episode hidup pun dari insan-insan rabbani.
Semoga Allah SWT menjadikan kita semua orang-orang pilihan-Nya. Manusia-manusia penebar hikmah, membawa barakah dan pengusung nilai-nilai ukhuwah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *