Dari Masa Lalu

Aku melihat diriku ada di masa lalu
Dan selalu seperti itu
Sementara aku merasa kau ada di masa depan
Yang aku yakini, kau sedang menantiku di sana
Menanti aku memasuki masa depanku untuk menemuimu
Yang aku tahu, aku pesimis akan masa depan itu
Aku yang tengah pesimis dapat menemukanmu

Entah kau tahu atau tidak
Setiap kali aku menatap ke depan sana, mataku berjelaga
Saat kemungkinan terindah tak mampu kukhayalkan
Dan kemungkinan terbesar di depan terlalu kutakutkan

Mungkin aku akan sangat berduka
Namun di sana akan ada lega
Saat ku dapat menatapmu meraih indah dunia
Meraihnya bukan bersamaku

Andai kau restui
Biarkan aku menikmati perihku sendiri
Tak usah kau turut menemani
Sungguh aku tak pernah tega menyaksikan kau turut berduka
Turut larut dalam kecewa menghadapi garis hidupku

Dan aku selalu berdoa
Kelak kau akan menjadi dewi surga
Bahagia dan membahagiakan
Dan aku hanya ada di masa lalumu
Menatap kau tersenyum
Masa depan terindah itu adalah layak untukmu
Dan takkan mungkin kau dapati jika terus bersamaku

Ya, garis hidupmu adalah bahagia tanpaku
Cukup enyahkan aku
Itulah cara termudah untuk dapatkan cerah
Jika benar kau seorang kasih yang pandai

Buatlah aku lega menyaksikan kau bahagia
Bahagia bercengkrama dengan masa depan terindah
Biarkan aku hanya tersenyum menatapmu dari sini
Dari masa lalu…

Kembali Nestapa Menjadi Milik Jiwa

Sungguh, kuyakin ia mampu rasakan cinta ini
Dan seyakin itu, ia tak mampu rasakan perih ini
Mengharap cintaku, sementara kuberperang melawan nasib
Mungkin ia tak pernah tahu, atau sekedar berpura-pura tak tahu
Mungkinkah ia tak peduli?

Dan tepat di pintu antar dimensi, kini aku berdiri
Menatap setiap negosiasi hati
Lalu ada sesuatu yang memaksaku memilih satu

Membahagiakannya, itu cita-cita terbesarku saat ini
Sungguh enggan jika harus berbagi perih
Tapi bahagia yang mana dalam hidupku yang mampu kubagi?
Sementara aku tersesak dalam realita hidup yang nestapa sejak lama

Atau haruskah aku khabarkan derita ini padanya?

Bisa mencintainya adalah kebahagian
Tapi, cukupkah hanya itu untuknya?
Sementara cinta ini belum tentu sempurna

Atau haruskah aku berlari menjauh?

Atau haruskah aku terus berbohong menghadapi kenyataan?

Ah, kembali untuk sesaat aku menjadi membenci diri
Dan tak lama, aku tersadar pada arti dewasa
Begitu terus berulang

Dan aku tak pernah berani menerka seperti apa akhir dari ini semua…

Mungkinkah kelak aku akan menjadi dewa?
Atau seorang gila?

Uh!
Kembali nestapa menjadi milik jiwa

Menjadi Pribadi Unggul

INI bukan dongeng. Ini adalah kisah nyata tentang sosok manusia unggul

bernama Muhammad Yunus, diangkat Stephen R Covey (2004) dalam buku

terbarunya, The 8th Habit: From Effectiveness to Greateness, sekadar

untuk memberi gambaran sekaligus peta jalan kepada siapa saja, apalagi

para pemimpin dan bahkan organisasi dalam mengatasi berbagai Lanjutkan membaca →

Selamat Malam Cinta

Untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya melihatnya ketika Baturetno sedang basah dengan air hujan. Malam yang berkabut ketika itu, dan ia mengetuk pintu perlahan, “Assalamu’alaikum…!”

Cakep, saya pikir. Jauh nilainya di atas perkiraan saya sebelumnya ketika Bapak mengatakan akan ada penghuni baru di rumah ini. Kalau Gunawan yang bintang sinetron itu saya beri nilai sepuluh, maka tentu ia akan saya beri nilai dua belas.

Lanjutkan membaca →

Bandung Dalam Dekapan Malam September

Ujung malam bercerita…

Senyum itu senantiasa hadir dalam setiap lamunanku, seakan hendak menguliti jiwaku yang sebenarnya memang kerdil. Padahal, tak ada yang istimewa pada dirinya meski bibirnya merah tapi masih kalah dengan bibir bintang sinetron pujaan adikku, tapi satu yang pasti bahwa bibir itu pernah mengajarkanku bahwa doa bukanlah akhir dari segalanya, melainkan proses untuk mempertegas usaha, lentik jemarinya tak pernah terasa lembut dengan gerak gemulai yang kerap hadir dalam setiap geliat lekuk tubuhnya, seakan menampar keberanianku untuk angkuh.
Lanjutkan membaca →

Saya tak lagi takut menikah

Saya Tak Lagi Takut Menikah
Artikel Muslimah – Wednesday, 03 March 2004

Saya mulai belajar Islam lebih dalam ketika kuliah di sebuah akademi milik pemerintah. Di sana saya memahami bahwa tugas mulia dan jihad utama seorang wanita muslimah adalah di rumah, menjadi istri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya. Di sana pula saya memahami bahwa mendidik anak adalah satu kewajiban ibu muslimah yang tidak mungkin dilimpahkan pada pihak lain.
Lanjutkan membaca →

Kunci Meraih Hidayah

Salah satu hadis qudsi yang mengandung konsep hidayat sungguh layak untuk direnungi dan dijadikan solusi dalam mengarungi kehidupan kita yang penuh gelombang cobaan dan ujian. Dari Abu Dzar, Rasulullah SAW bersabda, Allah SWT befirman, “Wahai hamba-Ku, kalian semua sesat kecuali mereka yang Aku berikan hidayah, karena itu mintalah hidayah itu niscaya Aku akan memberikannya kepada kalian…” (HR Tirmidzi).
Lanjutkan membaca →

Tuhan Telah Anugerahkan Kau Dalam Hidupku

Tuhan anugerahkan aku dua kaki untuk melangkah
Tuhan anugerahkan aku dua tangan untuk memegang
Tuhan anugerahkan aku dua mata untuk melihat
Tuhan anugerahkan aku dua telinga untuk mendengar
Tapi, Tuhan hanya menganugerahkan aku sekeping hati
Mengapa? Mengapa hanya sekeping hati?
Tapi, Tuhan hanya menganugerahkan aku sebuah jiwa
Mengapa? Mengapa hanya sebuah jiwa?

Ibuku hanya tersenyum saat kutanyakan hal itu
Lalu dengan bijak memberitahuku, bahwa:
Tuhan telah memberikan sekeping hati pada seseorang untukku cari
Tuhan telah memberikan sebuah jiwa pada seseorang untukku temui

Dan Tuhan telah anugerahkan kau dalam hidupku, bersama sekeping hati dan

sebuah jiwa yang selama ini kucari…

Untuk seorang Dhillah, anugerah terindah dalam hidupku

DIKau Berbeda

Kau berbeda
Tak perlu kencan malam minggu
Tak perlu katakan rindu
Tak perlu makan di resto
Tak perlu kalung indah sebagai hadiah Lanjutkan membaca →

Adakah Aku Tengah Berada Dalam Sejati Kebodohan Diri?

Biarkan aku menikmati hadirnya sosokku sendiri
Larut dalam kemesteriusan diri
Karena di sana aku merasa bahagia
Terdiam bersama hening sebagai kawan setia

Biarkan aku terjaga dalam jelaga malam satu warna
Di sana keajaiban itu selalu sentuhiku
Aku berada dalam hidup atau mati?
Bahagiaku adalah saat aku tak mempedulikannya

Lalu datang kau, kisahkan tentang realita dan masa
Kenapa tuturkan itu padaku?
Bukankah aku berada tepat di dalamnya?

Lalu kau berkisah tentang konsep ketuhanan
Ketuhanan bukanlah konsep, wahai kawai
Hanya itu yang aku tau dalam segala bodohku
Selebihnya hanya membuat aku terlihat semakin bodoh
Dan aku tetap meyakini adanya Tuhan
Walaupun sejujurnya telah lama ku tak mengingatnya
Namun bagaimanapun, terimakasih kawan
Karena setidaknya kau telah kembali membuatku teringat pada Tuhan
Entah Tuhan yang mana…

Lalu kau kisahkan tentang surga dan neraka
Ah, kali ini aku benar-benar tak peduli
Mungkin karena kebodohanku
Atau mungkin karena keangkuhanku
Hal itu terlalu abstrak untukku
Dan aku tak peduli di tempat yang mana aku akan ditempatkan
Surga atau neraka?
Yang aku tahu, terserah Tuhan saja
Terserah Ia mau menaruhku di mana
Seperti yang kau bilang, toh tubuh ini adalah milikNya
Jiwa ini milikNya
Aku tak punya apa-apa

Lalu kau berkisah tentang ibadah
Aku tak peduli!
Dan tak terdengar lagi kata-kata
Hingga aku terbangun di saat yang sama ketika aku mulai tertidur

Sebagian dari hidupku memang kuhabiskan untuk tidur
Dalam tidur aku merasa benar-benar hidup
Sebagian yang lain aku gunakan dalam sia-sia
Dan sebagian lain entah ku gunakan untuk apa

Namun dalam semuanya, aku tersesak
Tersesak menunggu
Menanti segalanya menjadi pasti

Adakah aku tengah berada dalam sejati kebodohan diri?