Untuk Gadis Berjubah Jingga

Maafkan aku, wahai gadis berjubah jingga
Aku tahu kau begitu tulus dalam cinta
Kau unik dan berbeda
Terimakasih kau mau memberiku cinta,
Tapi maafkan jika aku terpaksa harus menolaknya
Kau harus tahu, aku tak mampu membalas pemberian tulusmu
Tapi, bukan aku tak memiliki cinta yang kau minta
Hanya saja, ada hal lain yang membuatku terpaksa menahan cinta itu
Aku tahu kau terluka
Dan tadi malam kau menangis
Tapi, aku semalampun aku menangis
Seorang pria menangis?!
Itulah aku…
Aku kehilangan cintaku
Padahal aku ingat benar, beberapa tahun lalu aku menyimpannya tepat dilaci meja itu
Aku kunci erat!
Ah, memang salahku yang tak pernah menyentuhnya lagi setelah itu
Tapi, siapa yang mengambil cinta dari laciku?
Atau siapa yang telah memindahkannya?
Dimana ia sekarang?
Dan sejak kapan cinta meninggalkan laci itu?
Seingatku, tak pernah lagi kulihat cinta itu ada bersama orang lain setelah ku kurung ia
Tak pernah ku llihat ia berada di belahan jiwa manapun
Lantas siapa yang telah mencurinya?
Dan kapan aku bisa kembali menemukan cinta itu?
Wahai gadis berjubah ungu, kini kau tahu
Aku terlalu pelik dengan nasibku
Dan rasanya tak pernah tega aku berbagi perih denganmu
Mungkin kau akan rela, tapi aku tidak!
Mana mungkin ku biarkan kita hidup bersama tanpa cinta
Aku harus mencari cinta itu dulu!
Beri aku waktu, dan berjalanlah bersamaku mencari cinta itu
Kelak jika aku menemukannya ada bersamamu, kupastikan cinta itu akan kuberikan untukmu

Pelacur Kaki Lima

Hai… Kau ada dimana?
Dengan berjalan kaki sejak tadi kutelusuri trotoar
Namun kau tak muncul

Aku butuh kau malam ini!

Dan seperti malam-malam yang terlalu
Cukuplah kau sebagai pemuas nafsu

Hai, kau ada dimana?
Tahukan kau, aku rindu desah godamu?
Aku merindukan senyum dan kerling nakalmu
Leok anggun pinggul dan lututmu…
Dan semua yang dapat kubeli dengan hanya beberapa lembar ribuan

Datanglah padaku, aku mohon…
Maka kupastikan, seluruh uang di dompetku akan berpindah ke sakumu
– Uang yang hanya cukup untuk satu kali makan
Biar kupulang merakak, asal kau lemaskan lututku…

Jalang!
Kau ada dimana?!
Pelacur lain terlalu mahal untukku bayar

Shit! Shit! Shit!
Rok mini murahanmupun tak tampak!
Atau kau tengah sibuk berjuang bertahan hidup?

Menjadi Dewasa Itu Menyakitkan

Menjalani hidup ternyata tak semudah yang kupikirkan saat kecil dulu
Ceria yang selalu dari sesosok aku 10 tahun lalu pudar sudah
Dan menghilang entah kemana
Berubah menjadi galau, pesimis dan kusut…

Dulu, tangisku adalah juga bahagiaku
24 jam kulalui tanpa duka, dan terasa lama
Kini waktu seperti hembusan angin
Berlalu, dan yang kurasa hanya lelah
Tidurku tak lagi nyenyak
Mimpi-mimpi penuh dengan aneka kontaminasi

Saat aku meulai mencoba merengek pada ibuku yang semakin tua
Beliau hanya tersenyum seraya berkata, “Itulah Dewasa”

Ah, aku rindu pada saat dimana ku tak peduli pada berapa banyak uang di sakuku
Aku rindu pada saat dimana ku berkhayal tanpa harus menatap jam dinding
Aku rindu pada saat dimana aku tak takut untuk berbagi cinta dengan tulus
Akupun rindu pada saat dimana aku hanya dapat berhitung sampai sepuluh

Kini cita-citaku tak lagi banyak dan tinggi
Tidurku hanya untuk melepas lelah
Senyumku hanya untuk melepas penat
Hari-hari menjadi semakin padat oleh aneka pikiran yang kian sempit
Aku yang sekarang menyesal dengan keadaan
Aku merasa menjadi seorang penyemburu, melancholish, egois, pamrih…

Dulu aku menangis saat ayah memarahiku, kini aku menangis oleh amarahku sendiri
Dan aku mulai berpikir, menjadi dewasa itu menyakitkan…

Kuingat Padamu

Kuingat padamu bila fajar
memerahkan langi sebelah timur

Kuingat padamu bila senja
mencium bunga yang akan tidur

Kuingat padamu bila malam
sepi berbunga bintang bercahaya

Kuingat padamu bila kumenatap bulan
teduh benderang purnama raya

Kuingat padamu yang berwajah tampan
dan dirikupun ingin berjumpa sayang

[Untuk Khajeya, selamanya…]

Kekasihku Tak Lagi Setia

Kekasihku tak lagi setia seperti sedia kala
Wajahnya tak lagi lucu ketiak bertemu
Matanya tak lagi sayu saat ku cumbu
Berat badannya tak lagi dijaga

Kekasihku tak lagi setia seperti dulu
Saat kogoda, ia tak lagi terlena
Saat gelap ia tak lagi mesra
Dan tak ada lagi kata-kata rindu

Rasanya, harus kusudahi kisah ini
Kisah aku dan dia yang tak lagi bernyawa
Harus ku akhiri semua kebodohan ini
Dan melupakan sekeranjang kedustaan…
Lalu, saat segalanya telah lebih baik, aku akan kembali
Kembali mengejar hasrat yang tertunda

Kekasihku pasti akan tersipu malu
Dan sama sekali tak tersendu
Kekasihku pasti diam-diam bahagia, tanpa duka…
Saat esok pagi ketika terbangun, ku tak lagi di sisinya
Saat esok malam ketika mendengkur, ku tak lagi memeluknya…

Ah, kekasihku tak lagi setia…

Kau seorang pria biasa dengan cinta yang tak biasa!

Kau egois sekali!
Semalam kau tak datang tanpa bilang
Dan kau biarkan aku menunggu dan terlalu
Aku menjadi kesepian
Dan sedih kembali kau tak penuhi janji
Kau tak pernah mengerti aku
Aku yang kau anggap tegar, sebenarnya rapuh
Dan aku lemah
Aku tak punya cukup tenaga untuk mengerakkan ke-32 otot wajah ini
Lalu aku tersenyum, dan kau pun tersenyum
Kau tak pernah merasa bersalah rupanya?
Dan semalam lagi-lagi kau tak tepati janji
Membiarkan aku sendiri dan sepi
Sesaat aku menjadi benci
Namun, dalam kesendirian semalam, aku kembali merasakannya
Rasa sepi tanpa kau
Dan kembali kusadari, betapa berartinya kau dalam hidupku
Kesepian semalam menyadarkan aku kembali akan artimu
Dan kembali aku takkan dapat menggerakan ke-32 otot wajah ini
Dan kau pasti lagi-lagi tidak akan merasa bersalah
Dan pagi tadi kau mengetuk keras jendela kamarku
Satu hal yang hampir tidak pernah kau lakukan
Mengapa? Kau takut pada ayahku karena menggangguku sepagi ini?
Tapi aku tak pernah tak senang mendengar lirihmu memanggilku
Dan sesaat setelah jendela aku buka, aku mendengar kau berkata maaf
Aku tak mempercayainya, mungkinkah itu kau, atau aku yang mengigau
Lalu kau berikan bunga, dan lagi-lagi bunga itu, melati!
Tak adakah bunga yang lebih baik darinya yang harus kau berikan padaku sepagi ini?
Tapi tetap saja hal itu cukup membuatku bahagia, lalu tersenyum
Lalu kau pergi begitu saja, lari
Dan aku lagi-lagi sendiri sepagi ini
Ah, tapi tetap saja aku tak bisa tidak membanggakanmu
Kau seorang pria biasa dengan cinta yang tak biasa!

Untuk Khajeya dan cinta sepagi ini selamanya

Dhillah

Kalian yang salah duga

Kalian yang salah duga!
Dhillah tidak seperti yang kalian kira…
Bahkan terus terang, aku sendiri hampir salah mendeskripsikannya

Dhillah hari ini tak lagi sekedar haiku
Pesawat canggih itu benar-benar nyata
Sesosok gadis dengan sebuah nama yang sempat menggangguku ketika ku sedang semedi di gua hirarki ternyata hanya satu lintasan penggoda
Dalam dunia antariksa hal itu biasa, bukan?
Ya, Dhillah dengan gaun kesuciannya hadir juga
Hadiah atas semediku!

Dia jauh lebih setia dariku
Bahkan dalam ribuan tidurku, tak sekalipun aku pernah memimpikannya
Sedang ia… Ia hampir tak dapat menikmati tidur selama ini

Terakhir kali aku melihatnya, ia tersenyum padaku dan melambaikan tangan, lalu menghilang
Aku berpikir itu hanya mimpi
Tapi ternyata itu nyata
Karena memang tidak sekalipun ia hadir dalam tidurku, malam ataupun siang

Dan sore tadi aku mendengar doanya
Dan sebuah senyuman sebagai jawaban atas satu ajakan
Ajakan untuk memintanya menanti 1 tahun lagi, yang artinya jutaan atau bahkan milyaran atau bahkan lebih, sesak yang akan sanggup ia lalui

Masa kanak-kanak dulu ternyata tak merubahnya
Kesalahan besarku yang sempat membuatnya sangat sakit begitu mudah ia lupakan
Dulu aku tertawa sementara ia terisak
Dan kini ia tersenyum merangkulku yang sedang terisak menyesali semua

Dhillah…
Semenit setelah melihatmu tersedu dulu, sebenarnya aku benar-benar telah menyesal
Hanya saja aku terlalu egois untuk mengakuinya
Bahkan setelah bertahun-tahun
Dan kini tanpa kau minta, aku benar-benar tertunduk dihadapanmu

Tulisan kata cinta pertama kali ku lihat adalah tulisan tanganmu
Dan itu 7 tahun lalu
Dan 9 tahun lalu, selama ratusan hari aku mencuri pandang menatap langkahmu
Langkah ayu yang sedang menanjak menuju ke rumah
Pulang

Setelah semua hitam putih yang kulalui
Kau tetap putih!

Dhillah, aku sempat terombang-ambing oleh Dhillah palsu yang lain
Aku sangat yakin jika ia adalah Dhillah
Dan kini kau dengan ramah menyadarkanku

Betapa bodohnya aku
Seharusnya aku telah menyadari semua ini ketika terakhir kali aku melihat lirikanmu
Lirikan yang hanya sesaat, lalu menghilang

Kau kekasih terbaik yang pernah kumiliki

Lalu aku tersadar, setelah tertidur dalam waktu panjang
Aku sepi…
Sejak dulu aku sendiri, tapi baru kali ini aku merasa sepi
Dan malam ini aku teringat pada semua
Cinta, amarah, egoisme…
Lalu terpusat pada seorang putri
Tangannya belum pernah kusentuh
Menatap, sesekali…
Dan lebih banyak diam.
Aku begitu menghormatinya, mencintainya
Aku tidak bodoh! Dan aku pria normal
Inginku mengecup keningnya, membelai rambut panjangnya…
Mendekap dan mendamaikannya
Berbisik lembut, bercerita tentang segala…
Namun aku terlalu mencintainya…

Inginku membanggakan kau kepada dunia…
Kau, ya, kau…
Kau perempuan tertegar yang pernah ku kenal…
Bahkan disaat tersakiti sekalipun…
Dan kau tak pernah malu menertawakan kulit hitamku…
Dan, kau terlalu lugu untuk berbohong
Kau takkan sanggup melupakanku…
Kau takkan sanggup tidak memaafkan aku…
Dan kau kekasih terbaik yang pernah kumiliki…

Khajeya
Untuk Dhillah,
Kemarin, hari ini, dan nanti…

Gadis Hantuku

Sesosok hantu datangiku ketika ku terjaga dalam malam sebulan yang lalu
Aku takut? Tidak. Ia cantik luar biasa…
Dan betapa ku bangga, ku telah berbincang dengan hantu wanita
Gaun putihnya laksana baju pengantin bahagia
Taring kecilnya, aduhai… Indah nian…
Kikihannya menebar sejuta kerinduan
Kehadirannya membawa sesuatu yang baru untukku…

“Kau tak takut padaku…?”
Aduhai, ternyata hantupun dapat mengernyitkan dahi
Bibir pucat putih dan pasi melengkapi kesempurnaannya

Hai! Ia bertanya padaku!

“Tentu saja kehadiranmu yang tiab-tiba membuatku terkejut… Tapi aku takut?”

Dan aku menggelengkan kepala…
Ia terlalu menawan dimalam itu

Ah, gadis hantuku…
Kau telah gagal menakutiku, dan kau telah membuat kesalahan besar
Kau telah membuatku jatuh cinta
Dan sejak malam itu dan malam-malam sesudahnya, aku selalu menunggu

Kau bisa membaca?
Jika kelak kau lihat rentetan kata ini, kau harus tahu…
Ku cipta puisi ini untukmu…
Salamku dari dunia nyata…

Doaku Kala Terjaga Dari Mimpi Lama Dunia Fana

Tuhan, begitu sempurna kau ciptakan wajah ini…
Kau hadirkan kerut di sela-sela dahi…
Kau putihkan helai demi helai rambut ini…
Mengajakku untuk mengingat hari…

Sendi-sendi tubuh mulai kaku…
Pandangan mengabur…
Kaki melemah menompang tubuh
Lalu pergantian waktu menegurku

Begitu bijak Kau, Tuhan…
Mahalah segalanya Engkau

Kau sadarkaknku kala ku bercemin pada cermin nyata
Semakin dekatlah saat perjumpaan itu tiba
Tapi, Tuhan..
Akaknkah kau rela untuk sekedar menatapku di sana, sesaat saja…
Aku yang hina lagi nista
Sekujur tubuh penuh dosa
Teramat jarang bersyukur, terlebih mengingatmu

Dan jika esok tiada lagi daya untuk menghirup udara
Bekal manakah yang bisa kubawa?

Ah, Kau Sungguh Agung Lagi Mulia…
Kau sadarkanku dari tidur lama alam fana…
Duniaku yang sebentar dan sementara
Kau berikanku karunia rindu itu…
Dan sesaat sebelum terlambat…
Dan setelah lama kuacuhkanMu

Tuhan, kau menatap setiap gerak raga dan hati…
Kau tahu setiap lirikan mata dan isi kepala
Dan aku di sini terpuruk hina sejak lama…
Namun Kau begitu santun kembali mengajakku mengingat diri…

Ku tahu, Tuhan…
Kobaran Jahanam takkan pernah usai dan sesuai untuk segala dosaku
Tapi, ku tahu pula…
Engkaulah raja di raja, Maha Pengasih…
Tunjukkan padaku, Tuham, satu arah menata hati
Hingga ku rela pada nanti…
Tak peduli Firdaus atau Jahanam…
Namun ku tetap berjalan pada pendoman…
Sekali lagi, karuniakan itu padaku, Tuhan…

Sialah segala sesal jikalau tiada kau rahmati
Dan hari ini, tatkala ku terjaga dari mimpi lama dunia fana
Kiranya menjadi awal terkikisnya segala dosa
Ampuni aku, Tuhan…